Panti Asuhan Cita - Cita Irfan Bachdim

Selain ingin memperkuat timnas Indonesia di kancah internasional, Irfan Bachdim ternyata masih punya satu lagi mimpi. Ia ingin membantu anak-anak di Indonesia.

Kalau banyak duit, dia ingin mempersembahkan uang kepada orang tuanya untuk membangun panti asuhan di Indonesia. Ungkapan Irfan itu tertuang pada tayangan televisi Belanda dua tahun lalu.

Acara ini menyorot Irfan Bachdim dalam serial 12 bakat FC Utrecht. Program hampir setengah jam ini berjudul Forza Utrecht dan ditayang pada paroh 2008 di Belanda.

Video bahasa Belanda itu menampilkan seri I. Irfan dan Sebastiaan, dari FC Utrecht menuturkan karir sepakbola dari awal hingga akhir menjelang kontrak prof di Utrecht. Pada akhirnya hanya Irfan yang mendapat kontrak, tapi itu pun tidak diperpanjang setelah satu tahun.

Sekarang semua orang tahu, Irfan berhasil menggapai dambaannya Desember 2010, main untuk timnas Garuda dan bertemu dengan SBY sang Presidennya. Anak muda yang tadinya ditolak Persib dan Persija awal 2010, dan lewat Charity Games paruh 2010 akhirnya Irfan dikontrak di Persema dan sekarang menjadi salah satu idola di timnas Indonesia. Sebuah perjalanan panjang dan butuh kesabaran.

Anak-anak
Dari tayangan video itu tampak, Irfan Bachdim masih punya satu lagi mimpi. Berbuat untuk anak-anak Indonesia. "Suatu ketika saya ingin berbuat sesuatu untuk anak-anak. Saya bisa mengajak mereka berolahraga. Sebab apa yang anak sekarang lakukan (tidak bergerak red.) hanya nonton televisi, dengan camilan di tangan. Main komputer dan games dll. Itu sangat disayangkan. Saya benar-benar ingin berbuat untuk remaja."

Cita-citanya ingin mempersembahkan sejumlah uang untuk membangun panti asuhan di Indonesia. "Ayah saya juga punya impian untuk membantu anak-anak di Indonesia," katanya.

Obat Herbal Sebagai Alternatif

PALEMBANG-- Obat-obatan dengan menggunakan bahan-bahan alami (herbal) saat ini menjadi alternatif dalam penyembuhan berbagai macam penyakit, dengan efek samping yang minimal dibandingkan obat-obatan kimia. Hal itu mengemuka pada Seminar Perkembangan Herbal dan Penggunaannya dalam Bidang Kesehatan bersama Tolak Angin dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatra Selatan (Sumsel), di Palembang, Sabtu (8/8).

Namun sejumlah pembicara kalangan ahli farmasi dan dokter maupun kalangan produsen obat herbal, mengemukakan perlunya kejelasan pemakaian dan penggunaan obat herbal yang pembuatannya juga melalui standard medis yang layak. Apalagi kenyataannya, mayoritas penduduk dunia telah menggunakan obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan sebagai bahan utama herbal untuk mengobati berbagai gejala penyakit yang mereka alami.

Peluang itu, dimanfaatkan pabrik yang memproduksi obat-obatan herbal dan terus tumbuh sampai saat ini. Menurut dr H Hibsah Ridwan MSc, Wakil Ketua IDI Sumsel, pengobatan herbal sebenarnya tidak asing lagi di Indonesia, bahkan sejarah pengobatan dan terapi di Indonesia dimulai dengan metode herbal.

Berdasarkan penelitian, ternyata banyak kalangan medis juga telah menggunakan obat-obatan jenis ini. "Apalagi sejauh ini, herbal tidak bermasalah dengan tubuh," kata nya. Namun diingatkan, kebanyakan obat-obatan herbal yang dijual di pasaran tanpa menyertakan dosis yang tepat, sehingga tidak diketahui berapa lama waktu konsumsi mesti dijalankan. Kalangan medis juga masih meragukan obat herbal itu, terutama berkaitan dengan dosis, standardisasi, efek toksiditas serta prosedur lainnya. Karena itu, pembuatan obat-obatan herbal perlu mendapatkan regulasi yang jelas.

Regulasi Menurut ahli farmasi dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof Dr dr MT Kamaluddin MSc SpFK, sekitar 35 persen negara belum mempunyai aturan yang jelas tentang regulasi obat-obatan herbal ini, apakah sebagai makanan tambahan, suplemen atau obat.

Dia menyebutkan pula, terdapat 109 negara yang tidak memiliki kepastian tentang khasiat obat-obatan herbal, antara lain karena material yang diambil dari tumbuh-tumbuhan untuk menyembuhkan itu tidak disertai komposisi dosis yang tepat. Tapi dia membenarkan bahwa pada dunia kedokteran sendiri, sudah banyak obat-obatan yang menggunakan bahan-bahan herbal.

Pembuatannya dicampur dengan zat-zat ekstrak tumbuh-tumbuhan sesuai dengan dosis dan kadar yang tepat. Pasien juga cenderung memilih alternatif pengobatan herbal, dengan anggapan lebih memberi kesembuhan sempurna dibanding obat-obat farmasi umumnya. Namun penggunaan obat herbal itu, seharusnya disertai dengan petunjuk yang tepat. Menurut Irwan Hidayat yang juga Direktur Utama PT Sido Muncul, sejumlah produk herbal yang dikeluarkan perusahaan itu seperti Tolak Angin telah mendapatkan Sertifikat Obat Herbal Berstandar (OHT). Karena itu, produk herbal tersebut telah memenuhi prosedur standardisasi penggunaan bahan-bahan dan uji preklinis sesuai dengan regulasi yang dicanangkan. Pihaknya mengajak dunia kedokteran lebih mengenal obat-obatan herbal, mengingat semua dokter adalah ilmuwan. Apalagi potensi sumber obat herbal di Indonesia sangat melimpah, sekaligus untuk memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki negeri ini. (ant/rin)

source : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/09/08/09/68074-obat-herbal-alternatif-sembuhkan-penyakit

Indonesia sebagai Pusat Mode Muslim

Kementerian Perindustrian mencanangkan tahun 2014, Indonesia menjadi pusat busana muslim dunia. Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Euis Saedah, permintaan pasar dunia yang begitu besar akan model pakaian muslim menjadi alasan utama pencanangan tersebut.

‘’Permintaan dalam negeri besar, akan tetapi coba kita lihat di pasar, jilbab produk China membanjiri pasar,’’ papar Euis Saedah saat mengungkapkan kebijakan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah dalam Workshop Pendalaman Kebijakan Industri untuk wartawan,di Bandung, (8/4).

Menurut Euis, meski Cina bukan negara berpenduduk muslim yang dominan, akan tetapi karena melihat pasar busana muslim yang makin diminati, mereka pun mulai memproduksinya. Oleh karena itu menurutnya industri kecil dan menengah Indonesia perlu didorong untuk terus memproduksi jilbab dan busana muslim lain. Tetapi produknya bukan hanya jilbab sederhana, akan tetapi busana muslim yang berkualitas dan bisa di ekspor ke luar negeri.

Baginya ekspor ke Eropa ini saat cukup menjanjikan. Hal ini lantaran Eropa mulai melirik busana muslim sebagai pakaian keseharian.’’Pasar Turki apalagi,’’ ungkapnya.

Untuk saat ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik, potensi industri kecil menengah, dari jumlah unit usaha sebesar 725.533 unit dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 820.706 orang. Dengan unit usaha tersebut nilai produksinya sebesar Rp 48 milyar dan ekspor sebesar 2, 893 juta dolar. Selain itu berdasarkan data, fashion menyumbang sekitar 44 persen dari seluruh 14 lingkup industri kreatif.

Selain itu menurut Euis, justru yang lebih mengkhawatirkan ialah masalah industri sepatu. Permasalahan utama di industri sepatu seperti Cibaduyut ialah soal kurang sumber daya manusia yang mampu mendesain sepatu. Berbeda dengan 30 atau 20 tahun lalu dimana Cibaduyut menjadi pusat sepatu, saat ini industrinya terpuruk karena yang tersisa hanya tukang bisa membuat sepatu. Selain itu mesin-mesin tua yang tak lagi bisa membuat sepatu.

Persoalan ini pun ditambah keterbatasan bahan baku kulit dan bahan penolong (lem, sol, aksesoris dan bahan lainnya). Hal ini karena keterbatasan suplai kulit mentah dalam negeri terbatas dan pengadaan kulit impor mengalami kendala teknis dan administratif dengan badan karantina. ‘’Kulit Indonesia yang luar biasa bagus juga kebanyakan di ekspor’’.

Bahan penolong berkualitas tinggi juga kebanyakan di impor. Kalaupun ada dari dalam negeri, biasanya lem, sol atau aksesorisnya berkualitas buruk.

source : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/trend/11/04/08/ljc4fr-indonesia-kiblat-busana-muslim

Penjualan Busana Muslim Meningkat

JAKARTA--Nilai transaksi global busana muslim mencapai 96 miliar dolar AS per tahun. Nilai ini terus tumbuh mengingat terdapat peningkatan permintaan busana muslim di pasar Eropa dengan nilai yang menjanjikan, mencapai 1,5 miliar dolar AS per tahun.

Demikian Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Fauzi Azis memaparkan dalam sambutan pembukaan Pameran Produk Busana Muslim. "Belakangan industri busana muslim berkembang menjadi industri garmen yang paling menjanjikan dan membentuk pasar tersendiri. Ini terobosan di tengah kelesuan sektor riil," katanya, Selasa (27/7).

Menurut Fauzi, saat ini terjadi perubahan paradigma masyarakat terhadap busana muslim. Busana muslim tak lagi dipandang sebagai identitas yang eksklusif namun kini menjadi lebih terbuka bagi semua kelompok muslim di Indonesia. "Busana muslim juga sudah menjadi salah satu ikon bisnis fashion global yang turut digarap perancang terkenal seperti Hermes dan Gucci," ucapnya.

Peningkatan permintaan ini menjadi kabar baik bagi industri nasional, kata Fauzi. Mengingat, perputaran nilai usaha tekstil dan produk tekstil di ASEAN mencapai 87,1 miliar dolar AS pada 2007. Padahal, nilai konsumsinya hanya 20,88 miliar dolar AS. Sisanya, menyerbu pasar ekspor dunia. "Di Inggris saja, nilai transaksi bisnis busana muslim mencapai 150 juta dolar AS," ujarnya.

Karenanya, kata Fauzi, industri busana muslim nasional harus memperhatikan aspek desain yang menjadi faktor daya saing penting dalam produk industri. Produsen lokal harus memperkuat kreativitas yang kaya akan ide-ide baru. "Oleh karena itu dalam mendesain perlu dipikirkan atau melihat tren yang berkembang agar bisa bersaing," ucapnya.